Kedok Amal Berujung Bui: Analisis Hukum Penipuan Penggalangan Dana
Di era digital, modus penipuan dengan kedok penggalangan dana kian marak. Pelaku memanfaatkan empati publik dan kemudahan platform online untuk meraup keuntungan pribadi. Kejahatan ini tidak hanya merugikan korban secara finansial, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap aktivitas filantropi yang sah. Analisis hukum terhadap fenomena ini menjadi krusial.
Jerat Hukum Utama: KUHP dan UU ITE
Pelaku penipuan modus penggalangan dana dapat dijerat dengan beberapa pasal hukum:
-
Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penipuan: Ini adalah pasal utama. Unsur-unsurnya meliputi:
- Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang atau memberi utang.
- Dengan memakai nama palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau martabat palsu.
- Bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
- Mengakibatkan kerugian bagi korban.
Ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.
-
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan perubahannya: Jika penipuan dilakukan melalui media elektronik (media sosial, situs web, aplikasi pesan), UU ITE menjadi pelengkap.
- Pasal 28 ayat (1): Melarang penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
- Pasal 35 jo. Pasal 51 ayat (1): Melarang manipulasi informasi elektronik dengan tujuan ilegal.
Sanksi berdasarkan UU ITE bisa lebih berat, dengan pidana penjara hingga enam tahun dan/atau denda miliaran rupiah, tergantung pasal yang diterapkan.
-
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (UU PUM): Meskipun bukan delik utama penipuan, penggalangan dana tanpa izin resmi dari pemerintah adalah pelanggaran hukum. Ini memperkuat unsur melawan hukum dari tindakan pelaku, meskipun sanksinya lebih ringan.
Unsur Pembuktian Kunci
Penegak hukum perlu membuktikan adanya:
- Tipu Muslihat/Rangkaian Kebohongan: Dokumen palsu, cerita fiktif, foto editan, atau identitas palsu yang digunakan pelaku untuk meyakinkan korban.
- Niat Jahat: Adanya tujuan pelaku untuk menguntungkan diri sendiri secara tidak sah sejak awal.
- Kerugian Korban: Bukti transfer dana, kerugian material atau imaterial yang diderita pihak yang menyumbang.
Jejak digital (rekaman percakapan, postingan media sosial, riwayat transaksi) menjadi bukti vital dalam kasus ini.
Ancaman Pidana Berlapis
Pelaku dapat menghadapi pidana penjara berlapis dari KUHP dan UU ITE. Selain itu, jika hasil penipuan dalam jumlah besar, pelaku juga berpotensi dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang memungkinkan penyitaan aset hasil kejahatan.
Kesimpulan
Penipuan modus penggalangan dana adalah kejahatan serius yang mengeksploitasi kebaikan hati masyarakat. Penegakan hukum yang tegas, didukung oleh bukti digital yang kuat, mutlak diperlukan untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap misi kemanusiaan yang sejati. Masyarakat juga diharapkan selalu waspada dan melakukan verifikasi sebelum berdonasi.












